Semua
bermula pada aksi menyambut kedatangan kepala Kementrian Riset, Teknologi, dan
Perguruan Tinggi (Menristekdikti) di UGM. Peristiwa saya menghadang mobil
ketika itu menjadi perbincangan luas. Ada yang menghujat saya habis-habisan dan
ada sedikit juga yang memuji sikap saya itu. Kejadian itu melahirkan polemik
antara Aliansi Mahasiswa UGM dengan Keluarga Mahasiswa Teknik Elektro dan
Teknologi Informasi (KM TETI) selaku empunya acara seminar yang mengundang
penyelenggara negara. Aliansi Mahasiswa UGM terdiri dari lembaga-lembaga
eksekutif fakultas di UGM termasuk juga BEM KM. Dalam menghadapi masalah
tersebut BEM KM yang mengaku dirinya merepresentasikan mahasiswa UGM menyatakan
sikap untuk tidak terlibat dan bersikap netral. Tentu pada saat itu saya sungguh
kecewa berat atas sikap tersebut.
Taufik, Menko BEM KM, menemui saya melalui bantuan Andi Menko Eksternal LEM FIB. Ia meminta saya agar meminta maaf. Saya akui, saat itu saya keras kepala, saya tidak mengaku diri saya bersalah atas sikap saya yang menuntut agar penyelenggara negara turun dari mobil untuk menemui mahasiswa di depan GSP. Kemudian, saya mengatakan kepada Taufik bahwa saya tidak akan pernah meminta maaf baik secara lembaga maupun secara pribadi kepada siapa pun.
Seiring ramainya perbincangan masalah tersebut, akhirnya Kevin selaku ketua LEM FIB dan Andi membujuk saya untuk menemui teman-teman KM TETI. Akhirnya, kami pun menemui KM TETI untuk klarifikasi dan saling meminta maaf atas apa pun yang terjadi pada acara itu. Setelah berlalunya masalah tersebut, Aliansi UGM menyepakati untuk aksi lagi pada tanggal 2 Mei 2016 yang bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional. Aksi tersebut kembali membuat heboh UGM. Ribuan massa datang untuk ikut aksi. Liputan berita disiarkan oleh media-media besar seperti Net, RCTI, Metro TV, Tribune News, Kedaulatan Rakyat, dll. Sebelumnya, saya sudah memprediksi bahwa aksi 2 Mei akan demikian. Oleh karena itu, saya meminta bantuan teman-teman dari F. Filsafat seperti Fala, Bob, Anung untuk membuat spanduk besar bertuliskan "Revolusi Pendidikan". Spanduk itu saya pasang di depan gedung rektorat dengan Henry (Saspran 2012) dkk. Saya pikir, permasalahan UGM merupakan kulit saja dari permasalahan pendidikan di Indonesia. Ada masalah besar di dunia Pendidikan kita, dan itu sudah saya tuliskan sebagian pada zine saya yang berjudul "Mahasiswa dan Pendidikannya".
Dalam gerakan Boikot saya dibantu oleh Josu, Jalu, Hikari, Agung, Estu, Bagas, Josardi, Ridwan, Ahnaf, Sultan, Panji, Wikan, dan teman-teman lainnya yang tidak semua bisa disebut di sini. Kami semua berusaha untuk mengubah KM UGM yang lebih baik, tetapi orang-orang yang kolot tersebut menyerang kami dengan sebutan "barisan sakit hati", dengan segala macam cara kotor untuk menggebosi gerakan Boikot yang mencapai 1000+ menuliskan boikot di surat suara. Mereka terus tidak peduli dengan data kami, dengan riset Ridwan yang teruji. Meski mereka adalah kita, tetapi tetap saja mereka berpikir bahwa kami adalah penganggu kekuasaan mereka. Saya sebut saja mereka ini KAMMI, Partai Bunderan serta koalisinya yaitu sebagian anggota HMI Teknik. Anggota KAMMI adalah orang-orang yang dominan di partai Bunderan dan BEM KM, di Senat? saya tidak mengerti, yang saya tahu saya tidak tahu apa kerjanya Senat Mahasiswa dan sumbangsih untuk mahasiswa UGM.
Taufik, Menko BEM KM, menemui saya melalui bantuan Andi Menko Eksternal LEM FIB. Ia meminta saya agar meminta maaf. Saya akui, saat itu saya keras kepala, saya tidak mengaku diri saya bersalah atas sikap saya yang menuntut agar penyelenggara negara turun dari mobil untuk menemui mahasiswa di depan GSP. Kemudian, saya mengatakan kepada Taufik bahwa saya tidak akan pernah meminta maaf baik secara lembaga maupun secara pribadi kepada siapa pun.
Setelah itu, saya kaget bukan main. KM TETI mengeluarkan
rilis yang begitu dahsyatnya membuat saya dan Hikari (Dema Fisipol) jadi
cercaan banyak orang. Rilis sikap tersebut dibagikan sebanyak 2000+. Tak kurang
dari itu, puluhan pesan teror saya terima sepanjang hari-hari itu. Gambar diri
saya pun dipajang di rilis tersebut. Saya tidak bisa diam saja pada saat itu.
Saya pun bertanya di grup Aliansi tentang sikap teman-teman. Semuanya diam.
Oleh karena itu, secara personal saya menulis rilis panjang untuk klarifikasi
tuduhan-tuduhan terhadap diri saya. Kemudian, saya menuliskan bahwa KM TETI
seperti anak kecil, dan Aliansi sudah impoten.
Seiring ramainya perbincangan masalah tersebut, akhirnya Kevin selaku ketua LEM FIB dan Andi membujuk saya untuk menemui teman-teman KM TETI. Akhirnya, kami pun menemui KM TETI untuk klarifikasi dan saling meminta maaf atas apa pun yang terjadi pada acara itu. Setelah berlalunya masalah tersebut, Aliansi UGM menyepakati untuk aksi lagi pada tanggal 2 Mei 2016 yang bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional. Aksi tersebut kembali membuat heboh UGM. Ribuan massa datang untuk ikut aksi. Liputan berita disiarkan oleh media-media besar seperti Net, RCTI, Metro TV, Tribune News, Kedaulatan Rakyat, dll. Sebelumnya, saya sudah memprediksi bahwa aksi 2 Mei akan demikian. Oleh karena itu, saya meminta bantuan teman-teman dari F. Filsafat seperti Fala, Bob, Anung untuk membuat spanduk besar bertuliskan "Revolusi Pendidikan". Spanduk itu saya pasang di depan gedung rektorat dengan Henry (Saspran 2012) dkk. Saya pikir, permasalahan UGM merupakan kulit saja dari permasalahan pendidikan di Indonesia. Ada masalah besar di dunia Pendidikan kita, dan itu sudah saya tuliskan sebagian pada zine saya yang berjudul "Mahasiswa dan Pendidikannya".
Setelah aksi, sebagai menteri kajian strategis di LEM FIB
saya heran, kenapa tuntutan aksi berakhir dengan negosiasi yang membuat
tuntutan 2 Mei 2016 itu tidak terpenuhi sehingga 2 Mei tahun 2017 harus ada
aksi lagi untuk menuntut janji tahun sebelumnya. Saya sebagai Korlap utama pada
aksi tersebut juga sedikit heran ketika tuntutan-tuntutan tidak semua
terpenuhi.
Sebelumnya,
Audiensi 16 Mei 2016 di UC, Ali (Ketua BEM KM dari partai Bunderan) berbicara
"di hadapan" mahasiswa. Dengan heroik ia mengatakan bahwa ia
mengomandoi aksi 2 Mei. Pernyataan itu menyebabkan perpecahan di tubuh Aliansi
Mahasiswa UGM. Karena itu, tuntutan-tuntutan mahasiswa dianggap oleh Pihak
Rektorat bisa diselesaikan hanya dengan BEM KM karena dirasa sudah mewakili
unsur mahasiswa. Setelah kejadian Ali itu, pasca 2 Mei tak ada jejak perlawanan
lagi dari mahasiswa.
Menjelang
akhir tahun 2016, BEM KM membuat polemik karena mengundang Jend. Gatot
Nurmantyo untuk menjadi pembicara di suatu seminar. Pada Kongres Akhir Tahun,
Ali dicecar habis-habisan oleh peserta sidang yang menolak undangan tersebut.
Ali mengakui bahwa ia mengundang Gatot karena pesanan dari dosen. Tetapi, Ali
tidak menyebutkan siapa nama dosen tersebut. Dengan gampangnya, Ali membatalkan
seminar meski sudah ada ratusan pendaftar. Dari kejanggalan tersebut, saya
melihat BEM KM sudah tercemar dan kotor! Masalah UGM belum selesai, tetapi
malah patuh terhadap instruksi dan pesanan yang berbau politik itu.
Melihat
tingkah BEM KM saya berpikir keras, ada apa sebenarnya BEM KM? Kenapa BEM KM
ikut aksi 212 untuk memenjarakan Ahok? kenapa BEM KM sibuk mengurusi Perpu
Ormas, UU Pilkada, dan hal-hal politis lainnya? Apakah BEM KM ini membawa suara
partai politik tertentu? Atau suara mahasiswa? Kenapa mahasiswa UGM tak bisa
bersatu dalam aksi-aksi tersebut?? Saya rasa BEM KM/KM UGM merupakan masalah
makro dalam hubungannya antarmahasiswa di UGM.
Sedikit
bercerita, sewaktu Satria (Ketua BEM 2015 dari Partai Bunderan) saya mengikuti
aksi mengkritisi kinerja Bpk. Joko Widodo. Saya mahasiswa awam pada saat itu
ikut dua kali aksi, pertama bersepeda ke Gembira Loka dan kedua aksi
hujan-hujanan di Titik Nol KM YK. Saya melihat, kenapa mahasiswa yang ikut aksi
orangnya itu-itu saja. Padahal, aksi yang diliput oleh media itu membawa nama
BEM KM, sementara BEM KM mendaku bahwa dirinya merupakan suara yang mewakili
mahasiswa UGM. Saya pun berpikir bahwa ini hanya aksi sekadar untuk aksi.
Kurang lebih bagai aksi yang kebelet boker.
Saya mulai menyadari bahwa BEM KM bobrok. Dengan segala
keresahan, saya membuat tulisan untuk BEM KM. Mempertanyakan keberadaan BEM KM
di UGM. Apakah BEM KM bermanfaat bagi seluruh mahasiswa UGM? Apakah BEM KM
benar-benar bersuara untuk kepentingan mahsiswa UGM bukan kepentingan partai
politik?? Tulisan itu pun disambut heboh., ya mau gimana lagi, pada saat itu BEM
KM benar-benar anti-kritik.
Menjelang
pemilu, saya menyerukan kepada khalayak untuk memboikot Pemilwa dan BEM KM UGM.
Saya didukung oleh teman-teman yang mendukung ide saya. Partai-partai mahasiswa
pun mencoba membangun komunikasi, mereka adalah Alan (Ketua Senat), Stefan
& teman-temannya dari partai Sayang Mama, Boulvard, dan Siti & Ketua
dari Partai Srikandi. Segala kepentingan mendekati saya. Saya hanya berkata
setiap ketemu dengan mereka, “Mari menggunakan cara masing-masing, saya dengan
cara saya, kalian dengan cara kalian. Jika kalian mendukung Boikot, mari kita
bekerja sama”.
Dalam gerakan Boikot saya dibantu oleh Josu, Jalu, Hikari, Agung, Estu, Bagas, Josardi, Ridwan, Ahnaf, Sultan, Panji, Wikan, dan teman-teman lainnya yang tidak semua bisa disebut di sini. Kami semua berusaha untuk mengubah KM UGM yang lebih baik, tetapi orang-orang yang kolot tersebut menyerang kami dengan sebutan "barisan sakit hati", dengan segala macam cara kotor untuk menggebosi gerakan Boikot yang mencapai 1000+ menuliskan boikot di surat suara. Mereka terus tidak peduli dengan data kami, dengan riset Ridwan yang teruji. Meski mereka adalah kita, tetapi tetap saja mereka berpikir bahwa kami adalah penganggu kekuasaan mereka. Saya sebut saja mereka ini KAMMI, Partai Bunderan serta koalisinya yaitu sebagian anggota HMI Teknik. Anggota KAMMI adalah orang-orang yang dominan di partai Bunderan dan BEM KM, di Senat? saya tidak mengerti, yang saya tahu saya tidak tahu apa kerjanya Senat Mahasiswa dan sumbangsih untuk mahasiswa UGM.
Perihal
Boikot tahun ini? saya rasa sudah usai, secara pribadi saya mendukung
teman-teman yang mendukung calon nomor 3, yaitu Obed. Apakah Obed ingin
mengubah bentuk KM UGM setelah terpilihnya menjadi Ketua BEM KM? Saya hanya
berharap bisa demikian. Saya percaya kepada kawan-kawan semua yang pernah ikut
Boikot dan sekarang ikut serta memenangkan Obed di Pemilwa tahun ini (meskipun
tidak semua). Saya yakin kawan-kawan bisa mengubah dari dalam. Semoga
kawan-kawan tidak kalap mata, tidak lupa dengan kata-kata yang pernah keluar
dari mulut kawan-kawan selama Kongres-kongres untuk mengubah KM UGM yang lebih
baik.