Waktu
selalu dirasa cepat, namun jarang yang menyebutnya halus. Segalanya terbatas
oleh waktu, waktu yang dipikirkan dan waktu yang dirasakan. Semua datang dan
berlalu, sejak waktu dihitung dari berbagai perspektif peredarannya, sejak itu
juga kita mulai mengerti perubahan dan perbedaan baik secara sadar atau tidak.
Mulai dari jam istirahat, makan, berkumpul dan bercinta. Waktu begitu halus,
melebihi rambut yang dibelah tujuh atau sutra yang paling lembut di dunia sehingga
kita selalu merasa tiba-tiba karena terlalu nyaman dengannya. Perjalanan waktu
adalah perjalanan perasaan, pengalaman dan pemikiran. Perasaan itu sendiri
tidak beridiri sendiri, ia disokong oleh ingatan. Keilmuan yang berbasis pada
apapun tidak lepas dari ingatan. Ingatan-ingatan ini kadang ada yang
dilembagakan, ini sering disebut sebagai komunitas memori. Komunitas memori ini
lahir dari ingatan dan waktu, ingatan yang membekas dan waktu yang berlalu.
Jika kita berpaku pada peredaran yang dilihat dari bumi tentang jalur tata
surya, lalu bagaimana waktu pada tata surya itu itu sendiri, tentu hal ini
lebih kompleks dalam menjelaskan tiap perbedaannya.
Manusia di bumi mulai
merasa sepi, mulai melihat ke luar teritori, apakah ada makhluk yang juga
terpaut oleh waktu? Imajinasi dan logika bermain peran dalam hal ini. Waktu
manusia cukup singkat bilamana adam dan hawa sebagai patokannya. Apakah hidup
setelah kematian adalah bentuk waktu yang tak pernah bisa kita ketahui? Karena
kita sedikit mencari atau diberi pengetahuan perihal ini. Pikiran, tubuh dan
jiwa bisa dialami kehadirannya ketika hidup dan tampak satu sama lain. Sejatinya
kita adalah serpihan, dikubur, dibakar atau tenggalam ketika jiwa berpisah dari
tubuh yang ditinggalkan adalah ke-ada-an. Waktu serasa berlubang-lubang, diisi
setiap lahir, bangun dan sebelum tidur. Ia lingkaran yang tak pernah putus dan
ke-tiada-an akhir pada jalan yang lurus. Waktu kita diukur pada batas
pengalaman kenyang, senang, lelah, singgah, sedih dan meratapinya.
Dalam
lubang-lubang lingkar waktu ini kita hanya perlu melihat bahwa kita bukan
siapa-siapa, bagian kosmos yang kita punya di kepala tanpa pernah sekalipun
berkeliling berkelana. Kebijaksanaan lah yang memengaruhi bagaimana kita
melihat waktu, sejarah dan masa depan. Inti dari hidup bukan sekadar nafas,
melainkan yang ada di hati berupa kedamaian dan harapan yang masih sedikit
tersisa untuk menyaksikan lubang waktu bekerja. Mencintai cinta dan membenci
segala yang memusuhinya. Waktu tidak bisa diadli karena ia tidak memiliki keadilan.
Keadilan hanya milik kita, tentang bagaimana kita melihat waktu dan perasaan
yang dapat diistirahatkan dengan tenang. Hingga pada akhirnya kita semua
hanyalan kenangan.
Pada kosep tanda-petanda ini, aku ingin menyadari bahwa aku bukanlah aku dan aku adalah aku. Setiap lingkaran yang diisi oleh angka yang disepakati dalam menunjukan pukul, aku memilih menggunakan aksara arab timur. Lingkaran dengan garis tipis dan dengan diamter sekepal tangan yang juga seukuran dengan jantungku. Letaknya di tengah dada tepat berada di cekungan antara dua payudara yang kita sebut sebagai dada. Tadinya, di dalam lingkaran itu akan diisi oleh komunitas memori, pergantian hari, perasaan yang mebayang-bayangi, dan juga komunalitas, keluarga dan cinta seutuhnya. Akan tetapi, lubang waktu itu diisi pula jam pasir yang berangka tak putus dengan air yang akan menetes kepada benih di atas tanah retak kekeringan. Dalam hal ini, kehidupan atau kematian ia memiliki waktunya sendiri, persoalannya perihal bagaimana kita memaknainya.